Rabu, 09 Mei 2012

smartfren

iseng-iseng test kecepatan smartfren ..

 ini hasilnya :





lumayannn ... hahahahaha
info paket data : Smartfren Volume Based, 6GB Rp 100.000,- Masa aktif 30 Hari

tes kecepatan internet : http://www.speedtest.net/
cek tarif data smartfren : http://www.smartfren.com/data/index.html

Selasa, 08 Mei 2012

Perkembangan Koperasi Tani dan Nelayan di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

Meskipun koperasi pertanian pernah menjadi model pengembangan pada tahun 1960an hingga awal tujuh puluhan, namun pada dasarnya koperasi pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Sejak dahulu sektor pertanian di Indonesia selalu didekati dengan pembagian atas dasar sub-sektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Cara pengenalan dan penggerakan koperasi pada saat itu mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah. Sehingga terlahir koperasi pertanian, koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas ketika itu adalah koperasi peternakan sapi perah dan koperasi tebu rakyat.

Kedua-duanya mempunyai ciri yang sama yaitu menghadapi pembeli tunggal pabrik gula dan konsumen kota. Pada sub sektor pertanian tanaman pangan yang pernah diberi nama “pertanian rakyat” praktis menjadi instrumen untuk menggerakkan pembangunan pertanian, terutama untuk mencapai swasembada beras. Hal serupa juga di ulang oleh pemerintah Orde Baru dengan mengaitkan dengan pembangunan desa dan tidak lagi terikat ketat dengan Departemen Pertanian seperti pada masa Orde Lama dan awal Orde Baru. Tugas koperasi pertanian ketika itu adalah menyalurkan sarana produksi pertanian terutama pupuk, membantu pemasaran yang kesemuanya berkaitan dengan program pembangunan sektor pertanian dan “pengerakannya” kepada koperasi selalu apabila gagal dilaksanakan sendiri atau langsung oleh pemerintah, contoh padi sentra, kredit BIMAS hingga distribusi pupuk.






BAB II
PEMBAHASAN

KUD sebagai koperasi berbasis wilayah jumlahnya hanya 8620 unit dan pendiriannya memang tidak terlalu luas. Hingga menjelang dicabutnya Inpres 4/1984 KUD hanya mewakili 25% dari jumlah koperasi yang ada ketika itu, namun dalam hal bisnis mereka mewakili sekitar 43% dari seluruh volume bisnis koperasi di Indonesia. KUD meskipun bukan koperasi pertanian namun secara keseluruhan dibandingkan koperasi lainnya tetap lebih mendekati koperasi pertanian dan karakternya sebagai koperasi berbasis pertanian juga sangat menonjol.

Diantara koperasi yang ada di Indonesia yang jumlahnya pada saat ini lebih dari 103 ribu unit, KUD termasuk yang mempunyai jumlah KUD aktif tertinggi yaitu 92% atau sebanyak 7931 unit KUD pada saat ini tidak berbeda dengan koperasi lainnya dan tidak memperoleh privilege khusus, tidak terikat dengan wajib ikut program sektoral, sehingga pada dasarnya sudah menjadi koperasi otonomi yang memiliki rata-rata anggota terbesar.

Koperasi pertanian yang digerakan melalui pengembangan kelompok tani setelah keluarnya Inpres 18/1998 mempunyai jumlah yang besar, namun praktis belum memiliki basis bisnis yang kuat dan mungkin sebagian sudah mulai tidak aktif lagi. Usaha mengembangkan koperasi baru di kalangan tani dan nelayan selalu berakhir kurang menggembirakan. Mereka yang berhasil jumlah terbatas dan belum dapat dikategorikan sebagai koperasi pertanian sebagai mana lazimnya koperasi pertanian di dunia atau bahkan oleh KUD-khusus pertanian yang ada.

Tinjauan Peran pertanian Saat Ini dan Masa Depan

Posisi sektor pertanian sampai saat ini tetap merupakan penyedia lapangan kerja terbesar dengan sumbangan terhadap pembentukan produksi nasional yang kurang dari 19%. Jika dimasukkan keseluruhan kegiatan off form yang terkait dan sering dinyatakan sebagai sektor agribisnis juga hanya mencakup 47%, sehingga dominasi pembentukan nilai tambah juga sudah berkurang dibandingkan dengan sektor-sektor di luar pertanian. Isue peran pertanian sebagai penyedia pangan, bentuk ketahanan pangan juga menurun derajat kepentingan nya.

Ditinjau dari unit usaha pertanian terdapat 23,76 juta unit atau 59% dari keseluruhan unit usaha yang ada. Disektor pertanian hanya terdapat 23,76 juta usaha kecil dengan omset dibawah 1 miliar/tahun dimana sebagian terbesar dari usaha tersebut adalah usaha mikro dengan omset dibawah Rp. 50 juta/thn. Secara kasar dapat diperhitungkan bahwa hanya sekitar 670 ribu unit usaha kecil di sektor pertanian yang bukan usaha mikro, oleh karena itu daya dukungnya sangat lemah dalam memberikan kesejahteraan bagi para pekerja.

Sementara itu penguasaan tanah berdasarkan sensus pertanian 1993 sekitar 43% tanah pertanian berada di tangan 13% rumah tangga dengan pemilikan diatas 1 hektar saja. Sehingga petani besar sebenarnya potensial dilihat sebagai modal untuk menjadi lokomotif pembangunan pertanian. Problematika sektor pertanian di Indonesia yang akan mempengaruhi corak pengembangan koperasi pertanian dimasa depan adalah issue kesejahteraan petani, peningkatan produksi dalam suasana desentralisasi dan perdagangan bebas. Bukti empiris di dunia Mengungkapkan bahwa pertanian keluarga tidak mampu menopang kesejahteraan yang layak setara dengan sektor lainnya dalam suasana perdagangan bebas.

Thema ini menjadi penting untuk melihat arah kebijakan pertanian dalam jangka menengah dan panjang, terutama penetapan pilihan sulit yang melilit sektor pertanian akibat berbagai Rasionalisasi. Kelangsungan hidup koperasi pertanian dimasa lalu sangat terkait politik reservasi tersebut, dan ke depan hal ini juga akan sangat menentukan. Untuk melihat posisi koperasi secara kritis perlu didasarkan pada posisi sektor pertanian yang semakin terbuka dan bebas.

Dengan dasar bahwa proses liberalisasi perdagangan yang berdampak pada sektor pertanian dalam bentuk dihapuskan kebijakan perencanaan pertanian yang kaku dan terpokus. Sehingga pengekangan program pembangunan pertanian tidak mungkin lagi dijalankan secara bebas, tetapi hanya dapat dilakukan secara lokal dan harus sesuai dengan potensi lokal. Olah karena itu prinsip pengembangan pertanian akan lebih bersifat insentif driven ketimbang program driven seperti dimasa lalu. Dengan demikian corak koperasi pertanian akan terbuka tetapi untuk menjamin kelangsungan hidupnya akan terbatas pada sektor selektif yang memenuhi persyaratan tumbuhnya koperasi.

Gambaran Kondisi Koperasi di Masa Depan

Perkembangan koperasi pertanian ke depan digambarkan sebagai “restrukturisasi” koperasi yang ada dengan fokus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil. Oleh karena itu konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi kredit pedesaan, yang menekankan pada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam sebagai ciri umum.

Pada saat ini saja hampir di semua KUD, unit simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup Koperasi. Sementara kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif. Hal ini terkait dengan struktur pertanian dan pasar produk pertanian yang semakin kompetitif, termasuk jasa pendukung pertanian (jasa penggilingan dan pelayanan lainnya) yang membatasi insentif berkoperasi. Koperasi Nelayan karena kekuatan utamanya terletak pada kekuatan monopoli penguasaan pendaratan dan lelang oleh pemerintah, akan sangat di tentukan oleh policy daerah hak itu akan diberikan kepada siapa ?

Pemerintah daerah juga potensial untuk melahirkan pesaing baru dengan membangun pendaratan baru. Dengan pengorganisasian atas dasar kesamaan tempat pendaratan pada dasarnya kekuatannya terletak pada daya tarik tempat pendaratan. Persoalan yang dihadapi koperasi nelayan ke depan adalah alih fungsi dari “nelayan tangkap” menjadi “nelayan budidaya”, karena hampir sebagian terbesar perairan perikanan pantai sudah di kategorikan overfishing. Fenomena ini juga terjadi di negara seperti Canada, Korea Selatan dan Eropa dimana koperasi nelayan sedang menghadapi situasi surut. Koperasi perkebunan tetap mempunyai prospek yang bagus terutama yang terkait dengan industri pengolahan. Namun dalam situasi kesulitan menarik investasi karena kurangnya insentif, kebangkitan ini akan tertunda.

Potensi besar sektor perkebunan untuk memanfaatkan kelembagaan koperasi dapat direalisasi dengan dukungan restrukturisasi status aset anggota dalam koperasi atau pengenalan konsep “saham” sebagai equity dibanding “simpanan” yang tidak transferable. Koperasi di sub sektor peternakan terutama peternakan sapi perah apapun kebijakan yang ditempuh akan mampu berkembang dengan karakter koperasi yang kental. Prasyarat untuk memajukan koperasi di bidang persusuan ini dalam menghadapi persaingan global antara lain:

Bebaskan anggota yang ada hingga usahanya minimal skala mikro atau minimal 10 ekor/anggota.
Bebaskan setiap koperasi hingga mencapai satuan yang layak sebagai kluster peternakan minimal 15.000liter/hari dan idealnya menuju pada 100.000 liter/hari.
Integrasi untuk konsep pertanian dan peternakan agar menjamin kesatuan unit untuk meningkatkan kepadatan investasi pertanian.
Untuk kegiatan pertanian lainnya agar lebih berhati-hati untuk mengenalkan konsep koperasi ke dalam kegiatan pertanian. Persyaratan usaha masing-masing anggota, kesesuaian struktur pasar dan keterkaitan jangka panjang antara bisnis anggota dan kegiatan koperasi akan tetap menjadi pertimbangan kepentingan untuk menumbuhkan koperasi pertanian. Pada akhirnya daerah otonom sebagai suatu kesatuan administrasi harus dilihat sebagai basis pemusatan koperasi.


Review Jurnal


Koperasi pertanian didirikan oleh pemerintah untuk mendukung terhadap sektor pertanian. Yang didekati dengan pembagian sub-sektor sperti pertanian pangan, perkebunan perternakan dan perikanan.

Tugas koperasi pertanian ketika itu adalah menyalurkan sarana produksi pertanian terutama pupuk, membantu pemasaran yang kesemuanya berkaitan dengan program pembangunan sektor pertanian dan “pengerakannya” kepada koperasi selalu apabila gagal dilaksanakan sendiri atau langsung oleh pemerintah, contoh padi sentra, kredit BIMAS hingga distribusi pupuk antara KUD dengan koperasi pertanian bisa dikatakan saling meenonjol diantara koperasi lainnya.

Koperasi pertanian yang didirikan melalui pengembangan kelompok tani stelah keluarnya inpres 18/1998 masih sangat luas dan jumlahnnya juga masih sangat besar. Namus secara praktid mungkkin belum berbasis bisnis yang kuat yangg munngkin sebagian sudah tidak aktif lagi.

Koperasi yang dikembangkan dikalangan petani atau nelayan selalu aja bisa dikatakan sebagai kabar yang kuurang membahagiakan atau gagal. Dan sebagain kecil dari mereka yang berhasil juga belum dapat dikategorikan sebagai koperasi petani yang lazim didunia.

Sampai saat ini posisi sektor pertanian masih menempati sebagai penyedia lapangan kerja terbesar.

Ditinjau dari unit usaha pertanian terdapat 23,76 juta unit atau 59% dari keseluruhan unit usaha yang ada. Disektor pertanian hanya terdapat 23,76 juta usaha kecil dengan omset dibawah 1 miliar/tahun dimana sebagian terbesar dari usaha tersebut adalah usaha mikro dengan omset dibawah Rp. 50 juta/thn

Perkembangan koperasi pertanian untuk kedepannya dilakukan dengan sangat fokus untuk mendukung kalangan pertanian skla kecil.

Maka dari itu koperasi pertanian dimasa depan menekankan kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam sebagai ciri umum.

Prasyarat untuk memajukan koperasi menghadapi persaingan global antara lain:

Bebaskan anggota yang ada hingga usahanya minimal skala mikro atau minimal 10 ekor/anggota.
Bebaskan setiap koperasi hingga mencapai satuan yang layak sebagai kluster peternakan minimal 15.000liter/hari dan idealnya menuju pada 100.000 liter/hari.
Integrasi untuk konsep pertanian dan peternakan agar menjamin kesatuan unit untuk meningkatkan kepadatan investasi pertanian.
Untuk kegiatan pertanian lainnya agar lebih berhati-hati untuk mengenalkan konsep koperasi ke dalam kegiatan pertanian. Persyaratan usaha masing-masing anggota, kesesuaian struktur pasar dan keterkaitan jangka panjang antara bisnis anggota dan kegiatan koperasi akan tetap menjadi pertimbangan kepentingan untuk menumbuhkan koperasi pertanian. Pada akhirnya daerah otonom sebagai suatu kesatuan administrasi harus dilihat sebagai basis pemusatan koperasi.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :

Koperasi pertanian didirikan bukan hanya untuk tani juga untuk nelayan, perkebunan, bahkan perternakan.

Daftar Referensi :
http://yuliana-ekaputri.blogspot.com/2011/12/perkembangan-koperasi-tani-dan-nelayan.html
http://dinkopumkm.grobogan.go.id/artikel/59-perkembangan-koperasi-tani-dan-nelayan-di-indonesia.html

Sabtu, 05 Mei 2012

jual tas dan dompet berkualitas

Assalamu'alaikum.
Permisi semuanyaaaaa mau coba nawarin barang dagangan temen nih.
Barang dijamin berkualalitas dan yang pasti harganya pas dikantong teman-teman semua.

Ini list barang dagangan temen saya :

Tas :

T001 :  Tas Ransel Lacoste: Rp 280.000,-



T002 : Tas Kipling: Rp 280.000,-


 T003 : Tas lv Tipoli: Rp 550.000,-



T004 : Tas lv Neferful : Rp 700.000,-



T005 : Tas lv Alexa: Rp 600.000,-



 T006 : Tas Ransel Lacoste Warna warni : Rp 330.000,-Ada 8 pilihan warna ungu, hijau, hitam, pink, merah, kuning, biru dan coklat 



T007 :  Gucci Waterproof: Rp 355.000,-



 T008 : Coach Super: Rp 580.000,- 


buat yang minat bisa ke sini :

 jual tas dan dompet berkualitas


atau bisa hubungi :

Hp: 087875381962

FB: Risvandika Aditya Hutomo

Twitter: @RiseVanDie



Terima Kasih .

sejarah hukum di indonesia

BAB I
PENDAHULUAN


Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."


BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Hukum di Indonesia
• Periode Kolonialisme
• Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
• Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
• Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
1. Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.

a. Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.

b. Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.

c. Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1) Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: 1) Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.


2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal

a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.

b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.

3. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru

a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.

b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.

4. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.


BAB III
PENUTUP

Kita Harus mengetahui Sejarah perkembangan Hukum di Indonesia, adapun perubahan-perubahan yang terjadi semata hanya untuk rakyat walaupun pada kenyataannya peraturan yang dibuat itu banyak dilanggar oleh masyarakat indonesia sendiri. dengan kita mengetahui sejarah hukum di indonesia diharapkan kita akan dapat lebih menaati dan mengargai hukum yang berlaku di negara kita tercinta ini.



SUMBER PEMBAHASAN :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&sqi=2&ved=0CCkQFjAA&url=http%3A%2F%2Fimages.flowst.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FTCB13QooC0sAABZH40c1%2FSejarah%2520Hukum%2520di%2520Indonesia.doc%3Fkey%3Dflowst%3Ajournal%3A20%26nmid%3D344912228&ei=EUqVT5XOEITqrAfK0eHzBA&usg=AFQjCNFjvTraBrafnYPEB6HD0kYUCrQRkQ&sig2=1lUzhlo2seI4BxwhGlmGjQ

memajukan usaha pertanian dengan mengajak petani berbisnis

BAB I
PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara telah menjadi negara industri. Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang strategis untuk tetap memelihara industri pertanian primer dalam kapasitas penyediaan pangan, dalam kaitannya untuk mencegah kerugian sosial ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi lahan pertanian.

BAB II
PEMBAHASAN

Agus Wiryana, salah seorang praktisi sekaligus pengamat pertanian, Rabu (7/3) kemarin menerangkan, sampai saat ini petani sangat sulit mengubah pola pikir demi kemajuan. Karakter petani kuat. Mereka sulit diajak mengubah pola tanam, komoditi yang dibudidayakan dan sebagainya.

Seseorang datang ingin mengajak petani mengembangkan komoditi tertentu yang memiliki pasar jelas. Namun petani tidak mudah menerimanya. “Perlu waktu dan teknik pendekatan. Kalau sudah ada bukti, semua petani sekitarnya akan mudah bergabung,” katanya.

Beberapa bulan lalu, pihaknya ingin bekerja sama dengan pembudi daya ikan nila. Pengumpulan data saja tidak mudah, semua petani ikan nila tertutup sehingga diperlukan pendekatan khusus. Ternyata, pembudi daya ikan nila kekurangan benih. Selama ini benih yang didapat baru 25 persen dari kebutuhan. “Maka itu, kami sekarang ini melakukan kerja sama penyediaan benih. Masalah pemasaran hasil ikan nila masih teratasi,'' katanya.

Widhiarta pengamat pertanian lainnya menyatakan, untuk melibatkan petani harus ada bukti. Pembuktian inilah menjadi kendala karena perlu waktu dan hasilnya harus kontinyu. Selama ini, petani yang memproduksi padi diajak membudidayakan pepaya, cabai dan lain sebagainya sangat sulit. Mereka perlu bukti. Hasil budi daya yang baru tersebut pasarnya prospektif.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Denpasar, Ir. AA Gde Bayu Brahmastha, MMA. mengatakan, mengubah pola pikir petani/peternak/nelayan memang sulit. Akan tetapi, cara pendekatan akan memudahkan pembinaan.

Selama ini melakukan pembinaan dengan mengajak petani umumnya melihat sentra atau demplot yang sudah ada. Pembelajaran langsung tersebut akan memudahkan untuk memberikan pembelajaran baru secara nyata.

Contoh lainnya, berangkat dari mimpi untuk mandiri, para petani kentang di Dataran Tinggi Dieng pun memunculkan gagasan ekonomi kerakyatan. Dan, kini, mimpi itu terwujud. Ya, kini, mereka memiliki lembaga perbankan yang kuat berupa koperasi peduli masyarakat atau kopmas. Koperasi beranggota ribuan orang petani itu memiliki kekayaan miliaran rupiah.

Padahal, kali pertama menghimpun dana mereka hanya mampu mengumpulkan modal awal Rp 15 juta dari iuran. Sumekto Hendro Kustanto (46) adalah orang paling berpengaruh dan menjadi pemrakarsa pendirian koperasi itu. Dia merangkul seluruh kepala desa di Kecamatan Kejajar untuk bersatu dengan tujuan sama: memandirikan petani. Dia menuturkan gagasan mendirikan koperasi muncul pertengahan 2003. Ya, pegawai negeri sipil di Kejajar itu memiliki ide-ide yang acap tergolong liar dan tak kenal batas. ’’Sekarang koperasi itu sudah berkembang.

Saya sangat bersyukur,’’katanya. Dia menyatakan pengembangan koperasi berbasis petani di Wonosobo salah satu solusi tepat. Sebab, pelaku usaha daerah Dieng didominasi para petani sehingga tak sepantasnya petani hanya menjadi objek perbankan dan tak bisa menjadi penggerak. Usai membentuk koperasi, dia mengumpulkan para pemangku kebijakan. Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi, pembukuan keuangan, dan strategi penyelenggaraan koperasi serba-usaha mandiri merupakan langkah awal untuk mewujudkan koperasi berbasis petani itu. ’’Orang-orang yang dulu jadi pengurus progam PNPM Mandiri desa keluar,’’ ujar dia.

Optimistis Waktu itu, Sumekto optimistis banyak sumber daya manusia di sekitar Dieng yang mampu mengelola koperasi. Sebagian di antara mereka adalah sarjana ekonomi, juragan kentang, dan perangkat desa yang rata-rata mempunyai lahan pertanian. Model transaksi di koperasi ini, kata dia, berlandaskan kepercayaan. Artinya, petani yang meminjam uang tak perlu menggunakan agunan atau jaminan seperti di bank. Untuk menggalang dana koperasi, setiap anggota menanamkan modal bervariasi antara Rp 1 juta dan tak terbatas. Para dermawan dan juragan kentang yang mapan diperbolehkan investasi dengan sistem bagi hasil yang jelas. Tak kalah menarik adalah model penagihan utang bagi nasabah yang ngemplang. Karena bermodal kepercayaan, mereka tak pernah menggunakan jasa penagih utang. Jika ada yang menunggak akan dikunjungi para petani lain ke rumah. ’’Cara itu cukup efektif karena para petani malu ditagih berombongan.’’ Sumekto menyadari betul langkah itu sangat menantang.

Namun dia yakin para petani harus diajak berkembang agar mandiri. Sebab, tidak selamanya pemerintah menggelontorkan progam bantuan ke kelompok tani. Manfaat lain dari koperasi berbasis petani adalah bisa mendapat modal, pelatihan, dan pegelolaan manajemen usaha. Setiap kali ada kesempatan, Sumekto menengok koperasi beranggota lebih dari 4.000 orang dengan omzet sekitar Rp 3 miliar itu. Kali Pertama Tak hanya soal penyediaan dana, koperasi juga menyediakan akses bagi petani yang butuh pupuk dan keperluan pertanian. Akhir 2011, koperasi itu menggandeng Bank Bukopin untuk perluasan akses pasar.

Salah satu bank nasional itu menjual hasil panen petani dengan harga terjaga. Tafrihan, pengurus koperasi, mengemukakan pengembangan koperasi berbasis petani baru kali pertama di Wonosobo. Langkah itu diyakini bakal berhasil karena di Wonosobo mayoritas pelaku usaha dari kalangan petani. Dia menuturkan prospek koperasi yang digagas Sumekto dan kawankawan bisa diterapkan di tingkat desa dalam bentuk berbeda dari konsep koperasi petani selama ini. Sejauh ini setelah mendapat pelatihan, para petani akan mengikuti rangkaian studi banding di dua daerah dengan manajemen usaha yang baik, yakni Jepara dan Kudus. Para petani juga mendapatkan akses permodalan dan jaminan pasar hasil panen. Gedung koperasi itu cukup mewah dengan interior modern. Koperasi yang berdiri 19 September 2003 itu dibuatkan akta pendirian 9 Juli 2009. Setiap pagi di halaman gedung koperasi di Jalan Dieng Km 17 Gataksari, Desa Serang, Kejajar, ramai nasabah. Mereka mayoritas orangorang desa.

Siang hari petani yang baru pulang dari ladang mampir untuk mengurus pencairan dana atau menabung. Saat berbincang-bincang di rumahnya di Bukit Madukoro, Desa Bomerto, di bawah kaki Gunung Sindoro, Sumekto terlihat santai. Sambil mengisap rokok dan minum teh hangat, dia menyatakan bersyukur dan selalu berdoa untuk kelancaran koperasi agar petani tetap mandiri. Petani Dieng, kata dia, mampu mengendalikan harga hasil panen, tanpa campur tangan pemodal dari luar daerah. Karena itulah dia sungkan disebut pemrakarsa koperasi trersebut, meski saat ini dia didaulat jadi pembina.

BAB III
PENUTUP

Mengajak petani berbisnis memang tidak mudah, diperlukan modal dan pendekatan agar petani mau mencoba dalam berbisnis. Juga diperlukan wawasan untuk dapat berkomunikasi dengan baik kepada para petani. Agar semua itu dapat terwujud, sebaiknya kita melakukan persiapan yang cukup dalam menghadapi resiko yang akan datang sewaktu-waktu.


Referensi
http://www.bisnisbali.com/2012/03/08/news/denpasar/uk.html
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/04/15/183312/Mengajak-Mandiri-Petani-lewat-Koperasi

hak-hak konsumen yang di langgar oleh pelaku bisnis

BAB I
PENDAHULUAN

              Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, ³Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,,orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.´Anda tentu memahami bahwa tidak semua barang setelah melalui proses produksi akan langsungsampai ke tangan pengguna. Terjadi beberapa kali pengalihan agar suatu barang dapat tiba ditangan konsumen. Biasanya jalur yang dilalui oleh suatu barang adalah:

Produsen ± Distributor ± Agen ± Pengecer ± Pengguna

Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir.

Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukanuntuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumenakhir.
Permasalahan-permasalahan tentang konsumen memang menarik untuk diteliti karena lingkupnya sangatlah komplek. Dalam beberapa kasus-kasus tertentu yang sering kita jumpai, banyak hal yang dapat merugikan konsumen, antara lain masalah yang menyangkut kasus parkir, dimana banyak orang tidak mau menyadari bagaimana pelanggaran hak-hak konsumen dilakukan secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha, dan cenderung mengambil sikap tidak ingin ribut. Dalam kasus ini, kita bisa membayangkan jawaban apa yang akan diterima apabila konsumen berani mengajukan komplain atas kehilangan sebagian atau seluruh kendaraan yang dititipkan pada pelaku usaha.


BAB II
PEMBAHASAN

Terkait dengan adanya perlindungan konsumen yang diberikan pemerintah melalui UUPK, maka keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) konsumen yang terdapat dalam UUPK digunakan menjadi indikasi tingkat kesadaran konsumen karena LSM biasanya menjadi ajang berhimpunnya para konsumen yang telah peduli dengan haknya dan ingin memperjuangkan dengan serius dan sistematis. Dalam pasal 1 ayat 9: "Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen".

Dengan kehadiran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) bersama Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dengan bermacam-macam tugas yang dimaksudkan untuk membantu konsumen tersebut, maka apabila kedua lembaga tersebut berjalan dengan baik, berarti konsumen akan semakin terlindungi. Begitu pula dengan tersedianya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di tiap Kabupaten, akan lebih memudahkan konsumen untuk menegakkan hak-haknya. Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

Kehadiran LPKSM dalam suatu negara sangat penting untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. LPKSM sebagai arus bawah yang kuat dan tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara representatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen. Terkait dengan iklan produk barang dan/atau jasa yang menyesatkan, maka peranan LPKSM sangat membantu dalam memberikan perlindungan konsumen.


BAB III
PENUTUP


a)      Bagi Pelaku Usaha

Diharapkan para pelaku usaha dapat mengetahui bahwa di Indonesia saat ini terdapat UUPK. Pelaku usaha dapat memahami bahwa praktek iklan yang menyesatkan termasuk salah satu tindakan yang dilarang menurut ketentuan dalam UUPK, sehingga pelaku usaha dapat lebih berhati-hati dalam mempromosika produknya sehingga tidak merugikan konsumen. YLK Malang sebagai lembaga independen yang bertugas melakukan pegawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen di Indonesia.


b)     Bagi Konsumen

1)  Diharapkan dengan penelitian ini konsumen dapat lebih berhati-hati dengan iklan produk barang dan jasa sehingga tidak dirugikan akibat iklan yang menyesatkan;
2)  Masyarakat dalam hal ini konsumen dapat lebih mengetahui bahwa YLK Malang merupakan lembaga independen yang dapat membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha.


SUMBER  : http://digilib.umm.ac.id/files/disk1/376/jiptummpp-gdl-s1-2010-ajiwibowo0-18784-BAB+I.pdf

Analisis Ekonomi Ekspektasi, Inflasi dan Kesejahteraan Petani

BAB I
PENDAHULUAN

Siklus rutin kenaikan harga pangan yang melonjak pada Juni-Agustus sebenarnya telah diketahui pasti oleh para pejabat pemerintah dan perumus kebijakan di Indonesia. Laju inflasi Juli 2011 diperkirakan lebih tinggi dari laju inflasi Juni, yang tercatat 0,55 persen bulanan (atau 5,54 persen tahunan), karena naiknya indeks pada kelompok bahan makanan. Selain lonjakan harga pada Juni-Agustus, harga pangan, khususnya beras, umumnya juga meningkat pada November-Desember.


BAB II
PEMBAHASAN

Sepanjang Juli, harga beras kualitas murah sampai sedang telah naik melampaui 10 persen. Kenaikan itu berhubungan dengan ekspektasi pedagang dan konsumen terhadap kenaikan harga. Pernyataan pejabat pemerintah yang berniat melakukan impor beras—walau dengan alasan untuk mengisi cadangan nasional—juga ikut memengaruhi tingkah laku harga eceran beras dan harga produk pangan lainnya.

Psikologi pasar komoditas pangan juga mendapat beban tambahan karena awal Ramadhan terjadi awal Agustus, yang secara siklikal harga beras memang melonjak karena pola panen beras yang sangat khas. Sekitar 65 persen dari produksi beras di Indonesia dihasilkan pada periode panen raya dan 35 persen sisanya pada panen gadu. Hal yang menjadi keprihatinan masyarakat adalah, pada awal Juli, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ramalan kenaikan produksi sampai 68 juta ton gabah (sekitar 40 juta ton beras), naik 2,40 persen per tahun, yang seharusnya lebih dari cukup untuk memenuhi lonjakan konsumsi menjelang Ramadhan sekalipun.

Kejadian yang berulang setiap tahun selama bertahun-tahun seharusnya lebih dari cukup untuk digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan, organisasi kebijakan, dan mekanisme pelaksanaannya di lapangan. Masyarakat seharusnya tidak lagi menonton ketergopohan pejabat pemerintah dalam menyikapi dan merespons fenomena rutin tersebut seandainya perencanaan pembangunan ekonomi, khususnya dalam bidang pertanian dan pangan, disusun berdasarkan data, fakta, dan teori yang solid.

Tidak perlu rapat-rapat mendadak tentang stabilisasi harga dan operasi pasar beras menjelang Ramadhan, juga tidak perlu ada instruksi presiden (inpres) tambahan secara lisan kepada para kepala daerah untuk menstabilkan harga pangan (Kompas, 30/7/2011), jika sistem organisasi kebijakan (delivery system) mampu mendukung pelaksanaan program di lapangan.

Indonesia sebenarnya punya landasan kebijakan tentang stabilisasi harga yang tertulis secara baik, dirumuskan secara susah payah, melibatkan para ahli dan pemangku kepentingan, yang tentu saja tidak murah. Kebijakan tersebut tertuang dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim dan Inpres Nomor 8 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengamanan Cadangan Beras yang Dikelola oleh Pemerintah dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim.

Seandainya Indonesia punya pemerintahan yang berwibawa, aparat birokrasi yang kompeten secara moral dan keilmuan, serta pejabat publik mengerti tugas dan tanggung jawabnya, fenomena rutin kenaikan harga pangan ini dapat ditanggulangi. Setidaknya, kalaupun harga pangan melonjak, dampak yang dirasakan masyarakat tidak akan terlalu berat karena sistem insentif yang ada menjadi mekanisme peredam (cushion) dampak yang lebih buruk.

Untuk itu, perencanaan pembangunan menjadi salah satu kunci penting yang mampu berperan dalam kinerja kebijakan secara keseluruhan. Perencanaan pembangunan dan perencanaan kebijakan ekonomi wajib punya landasan teori, basis data, dan empiri yang kuat serta dukungan anggaran dan sumber daya manusia yang andal. Terus terang, landasan teori pembangunan pertanian adalah sesuatu yang agak rumit dan komprehensif sehingga tugas para perencana dan pelaksana kebijakan (plus ilmuwan serta kaum terdidik lain) untuk menyederhanakannya sehingga mampu lebih operasional di lapangan.

Ketidakmampuan memahami kerumitan, sofistikasi dan interdependensi sekian macam variabel pembangunan pertanian yang demikian dinamis tentu akan sangat berpengaruh pada kinerja kebijakan pertanian dan tentu saja kesejahteraan petani dan masyarakat umum lainnya. Ada dua hal krusial yang harus segera dibenahi.

Pertama, perencanaan produksi pangan perlu lebih realistis, terutama mengingat fenomena perubahan iklim yang telah membawa dampak yang demikian masif. Serangan hama wereng di beberapa sentra produksi padi di Jawa Timur dan Jawa Tengah tidak dapat dipisahkan dari fenomena musim hujan berkepanjangan tahun 2010. Para perencana pembangunan seharusnya telah memperhitungkan faktor ekologi yang berpengaruh pada ledakan populasi hama wereng dan serangga lain, seperti ulat bulu.

Minimal target-target tahunan produksi pangan dapat disesuaikan dengan kondisi eksternal tersebut, program-program pendampingan dan pemberdayaan petani dapat lebih membumi, lokasi spesifik, dan tepat sasaran sehingga peningkatan kesejahteraan petani juga lebih dapat diwujudkan. Aparat birokrasi di pusat dan daerah sentra produksi tidak harus berakrobat mencari pembenaran, apalagi hanya berorientasi pencitraan. Inpres No 5/2011 harus jadi acuan kebijakan untuk mewujudkan program pengamanan produksi beras di lapangan. Setidaknya petani yang menderita gagal panen karena ledakan wereng dan dampak perubahan iklim lainnya akan merasa diperhatikan oleh pemerintah.

Kedua, perencanaan dan manajemen cadangan pangan perlu lebih membumi tanpa harus melalui silang pendapat tidak produktif antara Perum Bulog dan Kementerian Pertanian. Fakta yang ada, kinerja pengadaan beras dalam negeri belum memenuhi harapan karena keengganan pemerintah untuk menaikkan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras. Di tingkat daerah, manajemen cadangan pangan ini wajib dilaksanakan dengan serius karena ketahanan pangan adalah urusan wajib daerah. Sangat ironis karena hingga Mei 2011 hanya 9 provinsi dan 10 kabupaten/kota yang telah menjalankan kebijakan cadangan pangan.


BAB III
PENUTUP

1.KESIMPULAN

kenaikan harga pangan berhubungan dengan kualitas perencanaan pembangunan dan implementasi kebijakan negara. Jika instrumen kebijakan telah lengkap dan kinerja stabilisasi harga pangan masih seperti ini saja, hanya ada satu kemungkinan yang tersisa, yaitu efektivitas pemerintahan.



SUMBER PEMBAHASAN :
http://barifin.multiply.com/journal?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal

hak milik

BAB I
PENDAHULUAN

Hak Milik adalah kepemilikan atas sesuatu (al-mal atau harta benda) dan kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya, Penguasaan seseorang terhadap suatu harta sehingga seseorang mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta tersebut, berasal dari kata Milkiyah (hak milik) merupakan bagian terpenting dari hak ‘ainiy. Milik adalah keistimewaan (ihtishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada halangan syar’iy


BAB II
PEMBAHASAN

Untuk menciptakan kepastian hukum selain diperlukan perangkat hukum yang jelas, konsisten dalam penggunaan konsep juga harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal. Sebagaimana diketahui bahwa prinsip hukum memegang fungsi ganda yakni sebagai fondasi dari hukum positif dan sebagai batu uji terhadap hukum positif itu karena prinsip hukum sebagai kaidah penilai.
Dengan adanya ketentuan yang tumpang tindih, demikian pula banyaknya permasalahan yang terjadi dalam implementasinya, maka perlu pula dilakukan penelitian mengenai prinsip hukum dalam perolehan hak atas tanah, prinsip hukum dalam pembangunan perumahan dan penormaannya dalam peraturan perundang-undangan di bidang perumahan.

Sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat komplek, yang terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan pokok dari kesatuan tersebut. Dari pengertian tersebut maka dapat diambil berbagai unsur yang ada ketika bicara mengenai sistem yaitu:

1. Adanya satu kesatuan yang bersifat komplek
2. Adanya bagian-bagian atau komponen-komponen
3. Bagian-bagian atau komponen-komponen tersebut saling bekerjasama
4. Bekerjanya komponen-komponen itu untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh kesatuan tersebut

Dalam pembicaraan mengenai sistem hukum, maka peraturan-peraturan yang nampaknya berdiri sendiri itu sebenarnya diikat oleh beberapa pengertian yang lebih umum sifatnya yakni prinsip hukum. Dengan adanya ikatan oleh prinsip atau asas hukum ini maka hukum pun merupakan suatu sistem. Karena merupakan suatu sistem maka peraturan yang dibuat antara satu dengan yang lain harus sinkron baik secara vertikal maupun horisontal, untuk mencapai tujuan. Koesnoe mengemukakan bahwa dalam sistem tata hukum kita maka baik peraturan perundang-undangan maupun peraturan yang tidak tertulis beserta segala peraturan pelaksanaannya, diwajibkan untuk selalu mengikuti dan berjiwa rechtsidee yang dianut negara kita.

Dalam sistem hukum pertanahan kita maka antara peraturan hukum pertanahan yang satu dengan peraturan yang lain tidak boleh bertentangan demi mencapai tujuan yang dikehendaki Berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai maka tidak terlepas dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang merupakan dasar konstitusional politik hukum pertanahan nasional yang menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Sebagaimana diketahui bahwa Asas domein yang dianut pada masa Pemerintahan Hindia Belanda sebagaimana dimuat dalam Agrarisch Besluit Stb. 1870/118, memposisikan Negara sebagai pemilik tanah. Hal demikian jelas bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan asas negara yang merdeka dan modern. Berdasarkan Penjelasan Umum Angka II Butir (2) UUPA dikemukakan “tidaklah perlu dan tidaklah pada tempatnya bahwa Bangsa Indonesia atau Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (bangsa) Indonesia bertindak selaku badan penguasa”.

Hak menguasai negara tersebut bersumber dari hak bangsa Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPA ini tidak terlepas dari konsepsi hukum adat yakni “komunalistik religius yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur kebersamaan”.

Sebagaimana diketahui bahwa hukum pertanahan kita dasarnya adalah hukum adat. Dalam hukum adat hak ulayat adalah hak penguasaan tanah yang tertinggi. Hak ulayat merupakan hak bersama masyarakat hukum adat atas tanah. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, menyebutkan dalam Pasal 1 bahwa hak ulayat adalah kewenangan yang menurut adat dipunyai oleh masyarakat adat tertentu atas wilayah tertentu, yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.

Kewenangan negara tersebut dipahami dalam kerangka hubungan antara negara dengan bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya sebagai hubungan penguasaan, bukan hubungan pemilikan seperti halnya yang terjadi di negara barat dan komunis. Negara dalam hal ini sebagai badan penguasa yang pada tingkat tertinggi berwenang mengatur pemanfaatan tanah dalam arti luas serta menentukan dan mengatur hubungan hukum dan perbuatan hukum berkenaan dengan tanah. Sebagai penerima kuasa, maka negara harus bertanggung jawab kepada masyarakat sebagai pemberi kuasa.
Kewenangan negara ini harus dibatasi dua hal yakni:

Dibatasi oleh oleh UUD 1945, bahwa hal-hal yang diatur oleh negara tidak boleh bertentangan atau melanggar hak-hak dasar manusia yang dijamin oleh UUD 1945. Misalnya peraturan yang dibuat tidak boleh bias terhadap suatu kepentingan dan menimbulkan kerugian di pihak lain. Jika ini terjadi maka merupakan bentuk pelanggaran terhadap UUD 1945. Dalam hal seseorang mau melepas haknya maka mereka harus mendapat perlindungan hukum dan penghargaan yang adil atas pengorbanannya tersebut. Prinsip pengakuan atau penghormatan terhadap hak-hak orang lain itu harus dirumuskan secara tegas dan jelas dalam peraturan perundang-undangan.

Pembatasan yang bersifat substantif dalam arti peraturan yang dibuat oleh negara harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA maka semua peraturan yang dibuat harus ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kewenangan ini tidak dapat didelegasikan pada organisasi swasta karena menyangkut kesejahteraan rakyat yang sarat dengan misi pelayanan. Pihak swasta merupakan bagian dari masyarakat juga, sehingga jika pendelegasian kepada swasta tersebut dilakukan maka akan menimbulkan konflik kepentingan.


Wewenang pengaturan oleh negara itu ditujukan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Arti dari sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah kemakmuran untuk sebanyak mungkin orang tanpa melanggar hak dan keadilan, sedangkan arti pentingnya kesejahteraan dalam hubungannya dengan pemanfaatan tanah karena tujuan negara untuk melengkapi dan mendukung usaha masyarakat.

BAB III
PENUTUP

Terdapat Badan Hukum dan Undang-undang yang mengatur tentang Hak kepemilikan atas sesuatu.



SUMBER PEMBAHASAN :

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=26&ved=0CEUQFjAFOBQ&url=http%3A%2F%2Fimages.kseiundip.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FSu%40xHQoKCI8AAEf0bL41%2F4.%2520Konsep%2520Hak%2520Milik.ppt%3Fkey%3Dkseiundip%3Ajournal%3A2%26nmid%3D294755127&ei=eESVT5nwN4e8rAfF6cHVBg&usg=AFQjCNFbL0xCijfSsJHTWnPkigUtyNJDsQ&sig2=2pCo4PkOP4dOuCAwgMpT4Q

http://benafta.wordpress.com/2011/01/16/harta-dan-hak-milik-dalam-perspektif-hukum-islam/

perusahaan yang melanggar hukum dil;ihat dari etika dan moral

BAB I
PENDAHULUAN
  Latar Belakang
            Etika, pada dasarnya adalah suatu komitmen untuk melakukan apa yang benar dan menghindari apa yang tidak benar. Oleh karena itu, perilaku etika berperan melakukan ‘apa yang benar’ dan ‘baik’ untuk menentang apa yang ‘salah’ dan ‘buruk’. Etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas pemilik kepentingan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan perusahaan. Mengapa demikian? Karena semua keputusan perusahaan sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pemilik kepentingan. Pemilik kepentingan adalah semua individu atau kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan. Ada dua jenis pemilik kepentingan yang berpengaruh terhadap perusahaan, yaitu pemilik kepentingan internal dan eksternal. Investor, karyawan, manajemen, dan pimpinan perusahaan merupakan pemilik kepentingan internal, sedangkan pelanggan, asosiasi dagang, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat umum, kelompok khusus yang berkepentingan terhadap perusahaan merupakan pemilik kepentingan eksternal. Pihak-pihak ini sangat menentukan keputusan dan keberhasilan perusahaan.
Selain kelompok-kelompok tersebut di atas, beberapa kelompok lain yang berperan dalam perusahaan adalah para pemilik kepentingan kunci (key stakeholders) seperti manajer, direktur, dan kelompok khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
Siapakah pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika dalam perusahaan?
            Manajemen Tidak bermoral.
Manajemen tidak bermoral didorong oleh kepentingan dirinya sendiri, demi keuntungan sendiri atau perusahaan. Kekuatan yang menggerakkan manajemen immoral adalah kerakusan/ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajemen tidak bermoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji di bawah upah minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta, dan sebagainya (Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The New Ventura Formation, 1996, hal. 21).
(1)   Manajemen Amoral.
Tujuan utama dari manajemen amoral adalah laba, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Yang terjadi pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan. Salah satu conoth dari manajemen amoral adalah penggunaan uji kejujuran detektor bagi calon karyawan.
(2)   Manajemen Bermoral
Manajemen bermoral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer bermoral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku.
Menurut pendapat Michael Josephson, ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu:
(1) Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh-sungguh, terus-terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong.
(2) Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan yang terhormat, tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat, dan dapat dipercaya.
(3) Memeliharan janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh, tidak menginterpretasikan persetujuan dalam bentuk teknikal atau legalitas dengan dalih ketidakrelaan.
(4) Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan, dan negara, tidak menggunakan atau memperlihatkan informasi rahasia, begitu juga dalam suatu konteks profesional, menjaga/melindungi kemampuan untuk membuat keputusan profesional yang bebas dan teliti, dan menghindari hal yang tidak pantas serta konflik kepentingan.
(5) Kewajaran/keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia mengakui kesalahan, memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaa, serta tidak bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain.
(6) Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
(7) Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat orang lain, kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, tidak merendahkan dan mempermalukan martabat orang lain.
(8) Warga negara yang bertanggung jawab, yaitu selalu mentaati hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, dan menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan.
(9) Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam segala hal, baik dalam pertemuan pesonal maupun pertanggungjawaban profesional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan kemampuan terbaik, dan mengembangkan serta mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
(10) Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki dan menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya serta selalu memberi contoh.
     Selain etika, yang tidak kalah pentingnya adalah pertanggungjawaban sosial perusahaan. Eika sangat berpengaruh terhadap tingkah laku individual. Tanggung jawab sosial mencoba menjembatani komitmen individu dan kelompok dalam suatu lingkungan sosial, seperti pelanggan, perusahaan lain, karyawan, dan investor. Tanggung jawab sosial menyeimbangkan komitmen-komitmen yang berbeda. Menurut Zimmerer, ada beberapa macam pertanggungjawaban perusahaan, yaitu:
(1)     Tanggung jawab terhadap lingkungan. Perusahaan harus ramah lingkungan, artinya perusahaan harus memerhatikan, melestarikan, dan menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang limbah yang mencemari lingkungan, berusaha mendaur ulang limbah yang merusak lingkungan, dan menjalin komunikasi dengan kelompok masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya.
(2) Tanggung jawab terhadap karyawan. Semua aktivitas manajemen sumber daya manusia seperti peneriman karyawan baru, pengupahan, pelatihan, promosi, dan kompensasi merupakan tanggung jawaab perusahaan terhadap karyawan. Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dapat dilakukan dengan cara:
(a) Mendengarkan dan menghormati pendapat karyawan.
(b) Meminta input kepada karyawan.
(c) Memberikan umpan balik positif maupun negatif.
(d) Selalu menekankan tentang kepercayaan kepada karyawan.
(e) Membiarkan karyawan mengetahui apa yang sebenarnya mereka harapkan.
(f) Memberikan imbalan kepada karyawan yang bekerja dengan baik.
(g) Memberi kepercayaan kepada karyawan.
(3) Tanggung jawab terhadap pelanggan. Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pelanggan menurut Ronald J. Ebert (2000:88) ada dua kategori, yaitu (1) Menyediakan barang dan jasa yang berkualitas; dan (2) Memberikan harga produk dan jasa yang adil dan wajar. Tanggung jawab sosial perusahaan juga termasuk melindungi hak-hak pelanggan. Menurutnya, ada empat hak pelanggan, yaitu:
(a) Hak mendapatkan produk yang aman.
(b) Hak mendapatkan informasi segala aspek produk.
(c) Hak untuk didengar.
(d) Hak memilih apa yang akan dibeli.
Sedangkan menurut Zimmerer (1996), hak-hak pelanggan yang harus dilindungi meliputi:
(a) Hak keamanan. Barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan harus berkualitas dan memberikan rasa aman, demikian juga kemasannya.
(b) Hak mengetahui. Konsumen berhak untuk mengetahui barang dan jasa yang mereka beli, termasuk perusahaan yang menghasilkan barang tersebut.
(c) Hak untuk didengar. Komunikasi dua arah harus dibentuk, yaitu untuk menyalurkan keluhan produk dan jasa dari konsumen dan untuk menyampaikan berbagai informasi barang dan jasa dari perusahaan.
(d) Hak atas pendidikan. Pelanggan berhak atas pendidikan, misalnya pendidikan tentang bagaimana menggunakan dan memelihara produk. Perusahaan harus menyediakan program pendidikan agar pelanggan memperoleh informasi barang dan jasa yang akan dibelinya.
(e) Hak untuk memilih. Hal terpenting dalam persaingan adalah memberikan hak untuk memilih barang dan jasa yang mereka perlukan. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tidak mengganggu persaingan dan mengabaikan undang-undang antimonopoli (antitrust).
(3)   Tanggung jawab terhadap investor. Tanggung jawab perusahaan terhadap investor adalah menyediakan pengembalian investasi yang menarik, seperti memaksimumkan laba. Selain itu, perusahaan juga bertanggung jawab untuk melaporkan kinerja keuangan kepada investor seakurat mungkin.
  Faktor-faktor pebisnis melakukan pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya. Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
  1. Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
  2. Ingin menambah pangsa pasar
  3. Ingin menguasai pasar.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
  1. Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
  2. Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
  3.  Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
  4. Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
  5. Orang yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
  6. Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
  7. Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
  8. Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
  9. Kehendak berbohong, main curang dan mencuri akan meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai tujuan yang dirasakannya sangat penting.
  10. Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa mendorong untuk berlaku tidak jujur.
BAB III
PENUTUP
Ø  Kesimpulan
Oleh karena loyalitas dapat mendorong deferensiasi, maka loyalitas pemilik kepentingan akan menjadi hambatan bagi para pesaing.” Ingat bahwa diferensiasi merupakan bagian dari strategi generik untuk memenangkan persaingan .
Selain etika dan perilaku, yang tidak kalah penting dalam bisnis adalah norma etika. Ada tiga tingkatan norma etika, yaitu:
(1)   Hukum,
berlaku bagi masyarakat secara umum yang mengatur perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Hukum hanya mengatur standar perilaku minimum.
(2)   Kebijakan dan prosedur organisasi,
memberi arahan khusus bagi setiap orang dalam organisasi dalam mengambil keputusan sehari-hari. Para karyawan akan bekerja sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan/organisasi.
(3)   Moral sikap mental individual,
sangat penting untuk menghadapi suatu keputusan yang tidak diatur oleh aturan formal. Nilai moral dan sikap mental individual biasanya berasal dari keluarga, agama, dan sekolah. Sebagaiman lain yang menentukan etika perilaku adalah pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Kebijakan dan aturan perusahaan sangat penting terutama untuk membantu, mengurangi, dan mempertinggi pemahaman tentang etika perilaku.
Saran
            Hal yang terpenting bagi pelaku bisnis adalah bagaimana menempatkan etika pada kedudukan yang pantas dalam kegiatan bisnis yang berorientasi pada norma-norma moral. Dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya selalu berusaha berada dalam kerangka etis, yaitu tidak merugikan siapapun secara moral.
            Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, ataupun larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Ada 4 kekuatan utama yang membentuk etika bisnis dan tanggung jawab sosial, yaitu:
-          kekuatan individual,
-          oraganisasional,
-          masyarakat, dan
-          hukum.
            Setiap kekuatan ini tidak beroperasi dalam ruang hampa, tapi masing-masing berinteraksi dengan ketiga kekuatan lainnya, dan interaksi ini mempunyai pengaruh yang kuat baik terhadap kekuatan maupun arah dari masing-masing pengaruh.
Sumber:
http://fe.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=24&Itemid=1
http://alviyana.student.fkip.uns.ac.id/2012/01/03/makalah-etika-bisnis-apakah-kegiatan-berbisnis-di-indonesia-sesuai-dengan-etika-bisnis/