MAKNA KONOTATIF
Zgusta (1971:38)
berpendapat makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa
nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Menurut Harimurti (1982:91)
“aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasrkan atas perasaan atau
pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar
(pembaca)”.
Sebuah kata disebut
mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif
maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki
konotasi, tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Positif dan negatifnya
nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya
referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang
sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa yang positif; dan jika digunakan
sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif.
Makna konotasi sebuah
kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok
masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian
kelompok masyarakat tersebut. Misalnya kata babi, di daerah-daerah yang penduduknya
mayoritas beragama islam, memiliki konotasi negatif karena binatang tersebut
menurut hukum islam adalah haram dan najis. Sedangkan di daerah-daerah yang
penduduknya mayoritas bukan islam seperti di pulau Bali atau pedalama Irian
Jaya, kata babi tidak berkonotasi negatif.
Makna konotatif dapat
juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini
berkonotasi negatif karena berarti “cerewet” tetapi sekarang konotasinya
positif. Sebaliknya kata perempuan dulu sebelum zaman Jepang berkonotasi
netral, tetapi kini berkonotasi negatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar